![]() |
| Aksi demo KNPB, Rabu (15/6/2016) – Jubi/Victor Mambor |
JAYAPURA, (KK)
- DPR Papua kembali menyatakan ketidak
yakinan terhadap tim penyelesaian pelanggaran HAM Papua bentukan Menko
Polhukam.
Ketua DPR
Papua, Yunus Wonda mengatakan, ini masalah kepercayaan rakyat kepada
pemerintah. Jika ada tim yang dibentuk pemerintah di luar Komnas HAM, justru
akan semakin membuat orang Papua tak mempercayai pemerintah karena kecil
kemungkinan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua bisa terungkap.
“Untuk
mengidentifikasi suatu kasus masuk kategori pelanggaran HAM atau tidak, yang
kami tahu itu kewenangan dan berdasarkan rekomendasi Komnas HAM. Komnas HAM
yang berhak menyatakan suatu kasus pelanggaran HAM atau bukan sesuai tupoksi dan
kewenangannya. Dunia internasional akan lebih cenderung mengacu pada
rekomendasi Komas HAM,” kata Yunus Wonda, Rabu (29/6/2016).
Menurutnya,
siapapun bisa berpendapat suatu kasus merupakan pelanggaran HAM atau bukan.
Tapi yang bisa menuntukan pelanggaran HAM atau bukan adalah Komnas HAM.
“Itu yang
kami pahami selama ini. Komnas HAM menggunakan pedoman internasional untuk
menentukan kasus itu pelanggaran HAM atau bukan. Makanya kami pesimis kasus
pelanggaran HAM di Papua akan terungkap oleh tim bentukan Meko Polhukam. Kami
akan yakin kalau tim itu dibentuk Komnas HAM,” ucapnya.
Keterlibatan
beberapa duta besar (dubes) dalam tim bentukan Meko Polhukam kata Wonda, juga
tak ada dampaknya. Masyarakat Papua juga tak merespon itu. Kecuali tim itu
dibentuk Komnas HAM, barulah ada harapan dan masyarakat bisa percaya. Jika
ingin benar-benar mau mengungkap kasus HAM di Papua, datangi korban atau
keluarga korban. Minta keterangan dan kesaksian mereka.
“Biarkan
mereka jelaskan dan sampaikan. Siapa yang melakukan. Kalau institusi yang
menangani kasus pelanggaran HAM, bisa merekayasa. Tapi kalau tanya korban dan
keluarga korban, mereka akan jelaskan pelaku siapa dan apa yang korban alami,”
katanya.
Sebelumnya
aktivis HAM Pastor John Djonga mengatakan masalah Hak Asasi Manusia (HAM) harus
melibatkan korban karena mereka yang merasakan langsung akibat dari peristiwa
kekerasan. Sedangkan para aktivis HAK hanya berkutat dengan data-data soal
pelanggaran HAM.
“Karena itu
penyelesaian masalah pelanggaran HAM harus melibatkan korban pelanggaran HAM,”
katanya belum lama ini.
Hal senada
juga dikatakan Penehas Lokbere, aktivis HAM dan salah satu korban pelanggaran
HAM. Bagi dia selama penyelesaian kasus HAM harus memperhatikan hak-hak korban.
Kata dia kalau hak-hak korban diabaikan untuk apa membicarakan penyelesaian
masalah HAM di Papua.
Protes lain
datang juga dari Lembaga Studi dan Advokasi HAM(Elsham) Papua Zandra Mambrasar
bersama Solidaritas Perempuan Papua Pembela HAM dalam jumpa pers di Kota
Jayapura belum lama ini mengatakan negara ini sudah memiliki Komisi Nasional
HAM yang bertugas untuk menyelesaikan berbagai pemyelesaian HAM di Indonesia
termasuk Papua dan Papua Barat harus melalui lembaga tersebut.
“Kalau
memang mau diselesaikan masalah itu harus sesuai mekanisme maka itu adalah
tugas Komnas HAM, bukan bentukan baru yang dibuat oleh Menkopolhukam. Ini
sangat politis sekali. Seharusnya proses melalui Komnas HAM , penyidikan di
Kejaksaan, kemudian pengadilan HAM. Itulah mekanisme yang seharusnya,”katanya.(jubi)

0 komentar:
Posting Komentar